Sukses

KSP Bantah KUHP Jadi Alat Kekuasaan untuk Matikan Demokrasi

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Sigit Pamungkas membantah anggapan bahwa KUHP menjadi alat kekuasaan pemerintahan saat ini untuk mematikan demokrasi.

Liputan6.com, Jakarta - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Sigit Pamungkas membantah anggapan bahwa KUHP menjadi alat kekuasaan pemerintahan saat ini untuk mematikan demokrasi.

Dia menekankan pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) justru menjadi sintesis dari pengalaman dan harapan demokrasi kedepan.

"KUHP tidak akan membungkam demokrasi. Formulasi KUHP terkait kebebasan berpendapat merupakan refleksi dari pengalaman kita berdemokrasi yang telah lalu sekaligus harapan keadaban berdemokrasi di masa depan," jelas Sigit dikutip dari siaran persnya, Jumat (16/12/2022).

Menurut dia, kebebasan berpendapat saat ini berada dalam situasi yang berbeda dari masa sebelumnya. Oleh karena itu, proses pembaharuan dan pengesahan RKUHP pun sudah sesuai dengan aspirasi publik dan mekanisme demokratis yang ada.

“Dulu, kebebasan berpendapat masih dibatasi dengan kontrol terhadap partai, masyarakat sipil dan media. Saat ini, pilar-pilar demokrasi tersebut dibebaskan untuk beraspirasi," jelasnya.

"Parlemen juga terbuka bagi publik. Melalui mekanisme pemilu yang rutin supremasi sipil juga terjamin. Jadi terlalu berlebihan pandangan bahwa KUHP mematikan demokrasi," sambung Sigit.

Sementara itu, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto mengingatkan bahwa pengesahan KUHP adalah bentuk penguatan otonomi strategis Indonesia.

"Keinginan Indonesia untuk mengadopsi paradigma hukum pidana modern yang meliputi keadilan korektif, keadilan restoratif, serta keadilan rehabilitatif harus menjadi prioritas baru dalam membangun kolaborasi dengan negara lain," tutur Andi.

2 dari 2 halaman

Bertujuan untuk Menjaga Iklim Demokrasi

Dia menyampaikan kepentingan nasional tersebut bertujuan untuk menjaga iklim demokrasi dan dapat diterjemahkan menjadi sikap Indonesia dalam kerangka hubungan luar negeri.

"Dengan pengesahan KUHP, kebutuhan Indonesia untuk menjaga sendi-sendi demokrasi di tengah merebaknya tren global tentang politik identitas, ujaran kebencian, serta politik hoaks harus menjadi rujukan utama dalam praktek diplomasi Indonesia," pungkas Andi.